Surati Wajib Pajak, DJP Beri Penjelasan Terkait PPN Sembako Dan Jasa Pendidikan
Munculnya kabar bahwa pemerintah akan mengenakan PPN sembako serta layanan publik lain seperti jasa pendidikan dan layanan medis menyita banyak perhatian dari berbagai kalangan. Publik sangat reaktif menanggapi kabar tersebut karena hal ini berkaitan dengan kepentingan dan hajat hidup orang banyak. Rencana pungutan PPN pada sembako dan jasa pendidikan tercantum dalam draft Revisi Kelima UU Nomor 6 Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUHP). Wacana ini tentunya membuat masyarakat resah lantaran pemungutan PPN untuk barang atau jasa yang selama ini bebas dari pajak akan membuat harga bahan pokok melonjak di pasar. Terlebih faktor lain seperti gagal panen, gangguan alam, dan perkembangan harga pangan domestik atau internasional bisa membuat kenaikan harga bahan pokok yang luar biasa tidak dapat dihindarkan.
Maraknya pemberitaan mengenai pengenaan PPN sembako dan jasa pendidikan yang simpang siur, maka Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan penjelasan langsung melalui email kepada para wajib pajak. Melalui email tersebut, DJP berterima kasih atas partisipasi wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak. Kemudian DJP menyatakan berita yang marak beredar mengenai pengenaan PPN atas sembako dan jasa pendidikan di Indonesia tidak berasal dari sumber resmi pemerintah.
DJP menegaskan bahwa rencana pengenaan PPN tersebut masih dalam tahap pembahasan bersama DPR, yang berarti rencana tersebut belum bersifat final. Melalui postingan akun instagram @ditjenpajakri pada Sabtu, 12 Juni 2021 yang berjudul Sembako Bakal Kena PPN?, DJP menjelaskan bahwa pengecualian dan fasilitas PPN yang diberikan saat ini tidak mempertimbangkan jenis, harga, dan kelompok yang mengonsumsi sehingga menciptakan distorsi. Contohnya konsumsi beras premium dan beras biasa, sama-sama tidak kena PPN, les privat berbiaya tinggi dan pendidikan gratis, sama-sama tidak kena PPN. Konsumen barang-barang tersebut memiliki daya beli yang jauh berbeda. Sehingga fasilitas PPN tidak dikenakan atas barang atau jasa tersebut tidak tepat sasaran. Orang yang mampu membayar justru tidak membayar karena mengonsumsi barang atau jasa yang tidak dikenai PPN.
Beberapa poin perubahan yang diusulkan untuk dibahas dengan DPR. Salah satunya yaitu penerapan multitarif PPN. Tarif PPN sembako premium akan berbeda dengan sembako biasa. Besaran tarif yang dikenakan akan menyesuaikan kemampuan membayar konsumen (ability to pay) antara masyarakat kelas atas dan masyarakat kelas bawah. Namun, besaran tarifnya masih dalam pembahasan lebih lanjut. Kemenkeu juga memastikan saat ini pemerintah sedang fokus menanggulangi masalah Covid-19 dengan melakukan berbagai upaya untuk melindungi masyarakat dan menolong dunia usaha.
Penulis : Annisa Nur Syfa
Sumber :
https://ekonomi.bisnis.com/read/20210623/9/1408893/di-balik-wacana-ppn-sembako