Transaksi Kripto, Mobil Bekas hingga Top-Up e-Money Kini Ada Pajaknya? Simak Aturan Lengkapnya!
Pajak adalah salah satu instrumen vital yang berperan dalam menyokong perekonomian negara, karena sekitar 80% pendapatan negara bersumber dari pajak. Dapat dikatakan bahwa pajak memberikan kontribusi esensial dalam pembangunan negara dan menunjang kesehatan APBN. Untuk itu, diperlukan pilar sistem perpajakan yang berkelanjutan. Sebagai wujud pemugaran berkelanjutan dari sisi kebijakan dan administrasi, pemerintah menyusun Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Salah satu kebijakan dalam UU HPP yang telah berlaku saat ini adalah penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN, yang pada awalnya 10% menjadi 11%. Pada kesempatan kali ini, kami akan sedikit menjabarkan perihal kegiatan jasa dan barang yang terdampak atas pemberlakukan kebijakan tarif PPN tersebut antara lain, transaksi saham, transaksi mobil bekas, dan top up e-money.
Pajak atas Transaksi Kripto
Terhitung mulai tanggal 1 Mei 2022, pemerintah resmi memberlakukan pengenaan pajak terhadap seluruh transaksi terkait asset kripto yang berada di Indonesia. Jenis pajaknya yakni pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh). Kebijakan ini tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Saat ini para pedagang aset kripto yang legal dan sudah terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti) wajib untuk memungut PPN dan dikenakan PPh Pasal 22 Final dalam setiap penyerahan. Yang dimaksud penyerahan aset kripto sesuai PMK No.68 Tahun 2022 adalah sebagai berikut:
- Jual beli aset kripto dengan mata uang fiat;
- Tukar-menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya;
- Tukar-menukar aset kripto dengan barang selain aset kripto dan/atau jasa.
Adapun besaran tarifnya sesuai PMK No. 68 Tahun 2022 sebagai berikut:
- 1% (satu persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai dikali dengan nilai transaksi Aset Kripto, dalam hal Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto (terdaftar di Bappebti);
- 2% (dua persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai dikali dengan nilai transaksi Aset Kripto, dalam hal Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik bukan merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto (tidak terdaftar di Bappebti).
Kemudian untuk investor kripto akan dikenakan PPh atas penghasilan yang diperoleh dari penjualan aset kripto tersebut, dan besaran tarifnya adalah sebagai berikut:
- Apabila transaksi dilakukan di platform yang terdaftar di Bappebti, maka dikenakan tarif 0,1% dari transaksi kripto tersebut.
- Apabila transaksi dilakukan di platform yang tidak terdaftar di Bappebti, maka dikenakan tarif 0,2% dari transaksi kripto tersebut.
Contoh perhitungan pajak atas jual-beli kripto:
Tuan Imam memiliki 10 koin aset kripto AA yang harga satuan nya senilai Rp100 juta. Nona Talia memiliki uang rupiah yang disimpan di e-wallet yang disediakan platform yang terdaftar di Bappebti. Kemudian pada tanggal 10 Mei 2022, Tuan Imam menjual 7 koin kepada Nona Talia. Maka PPh atas penjualan aset kripto yang dikenakan kepada Tuan Imam adalah sebagai berikut:
= 0,1% x (7 koin x Rp100.000.000) = Rp700.000
Kemudian dikenakan PPN atas pembelian aset kripto yang dikenakan kepada Nona Talia, menggunakan perhitungan tarif 1% dari 10% :
= 1% x 10% x (7 koin x Rp100.000.000) = Rp700.000
Selain memungut PPN dan PPh, Tuan Imam sebagai exchanger harus membuat bukti pemungutan pajaknya yang berupa dokumen atas pemotongan tersebut, kemudian menyetorkannya. Untuk penyetoran PPN dan PPh Pasal 22 yang telah dipungut, harus dilakukan maksimal tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan PPN tersebut. Selain itu, Tuan Imam sebagai penyelenggara pedagang juga harus melaporkan PPN dan PPh Pasal 22 yang dipungut, dengan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai 1107 PUT bagi pihak lain dan SPT Masa Pajak Penghasilan Unifikasi, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pajak atas Transaksi Kendaraan Bermotor Bekas
Hampir pada setiap satu rumah tangga, seperti menjadi hal yang wajib untuk memiliki alat transportasi terutama kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat. Saat ini boleh dikatakan bahwa kendaraan bermotor menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia. Didukung dengan pasar yang semakin meluas, hingga kendaraan bermotor bisa didapatkan dengan mudah, baik dalam kondisi baru dan kondisi bekas yang nampaknya lebih banyak diminati masyarakat, karena harganya yang jauh lebih murah.
Mulai tanggal 1 April 2022, pemerintah resmi menetapkan pengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1,1% untuk setiap transaksi kendaraan bermotor bekas, baik itu mobil atau sepeda motor yang ditanggung oleh pembeli. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas.
Dan perlu diketahui bahwa pajak ini bukan merupakan jenis pajak yang baru, karena peraturan dalam PMK ini adalah langkah penyesuaian dalam menanggapi perubahan tarif PPN 11% yang diatur dalam UU HPP. Selain itu, PMK No. 65/PMK.03/2022 ini merupakan penyederhanaan dari ketentuan pengenaan PPN atas penyerahan motor bekas yang sebelumnya tercantum pada PMK No. 79/PMK.03/2010 tentang Pedoman Perhitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu.
Namun, apakah semua subjek yang melakukan transaksi kendaraan bermotor bekas wajib memungut dan menyetorkan PPN? Jawabannya tidak. Kewajiban memungut dan menyetorkan PPN sejumlah 1,1% ini hanya dituntut bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sementara transaksi jual beli atau penyerahan berupa kendaraan bermotor bekas yang dilakukan oleh bukan PKP tidak perlu memungut PPN tersebut.
Contoh perhitungan pajak penyerahan atas kendaraan bermotor:
Tn. Arief adalah seorang pemilik sorum mobil dan sudah berstatus PKP. Pada tanggal 1 April, Tn. Arief menjual sebuah mobil bekas seharga Rp300 juta kepada Nona Ajeng. Maka PPN Terutang yang harus disetorkan Tn. Arief adalah sebagai berikut:
PPN Terutang = 1,1% x Rp300 juta = Rp3.300.000
Pajak atas Layanan e-Wallet
Beredar kabar bahwa saat ini kegiatan top-up e-money atau pengisian ulang uang yang berada di dompet digital akan dikenakan pajak berupa PPN sebesar 11%. Apakah berita itu benar? Ya benar. Sesuai yang tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69 Tahun 2022 tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Kebijakan ini ditetapkan pemerintah mulai berlaku tanggal 1 Mei 2022.
Namun ada hal penting yang perlu diketahui dan dipahami. Bahwasannya PPN sebesar 11% itu dikenakan untuk biaya jasa dari transaksi yang anda lakukan, misalnya tarik tunai pihak lain yang bekerja sama dengan penyelenggara teknologi dompet digital, pembayaran tagihan, transfer dana, pembayaran transaksi, layanan paylater, dan lainnya. Jadi PPN 11% ini tidak dibebankan kepada pengguna, melainkan kepada penyelenggara teknologi finansial tersebut.
Untuk dapat lebih memahaminya, berikut ini contoh kasusnya.
Mamamia melakukan top-up untuk e-wallet nya senilai Rp10 juta, dan dikenakan biaya jasa sebesar Rp100 ribu. Pengenaan PPN 11% dihitung dari biaya jasa, bukan dari nilai transaksi. Ini berarti PPN 11% akan dikenakan kepada biaya jasa yang sebesar Rp100 ribu, sehingga PPN yang ditanggung berjumlah Rp 11.000 (hasil dari Rp100.000 x 11%). Perlu digaris bawahi juga bahwa jumlah ini sudah termasuk di dalam biaya jasa tersebut, karena PPN ditanggung oleh penyelenggara jasa teknologi finansial. Sehingga tidak ada biaya tambahan untuk Mamamia dalam transaksi yang dilakukannya selain biaya jasa tersebut yang sudah termasuk PPN didalamnya.
***
Penulis: Muhammad Bilal Hibatulloh
Referensi:
Kemenkeu. (2022). Kenaikan PPN Jaga Momentum Penerimaan Negara. Kementertian Keuangan Republik Indonesia. https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/kenaikan-tarif-ppn-jaga-momentum-penerimaan-negara/
Khadafi, M. (2022). Biaya Jasa Top-Up e-Money hingga Gopay Bakal Kena PPN 11 Persen, Ini Perhitungannya. Bisnis.Com. https://finansial.bisnis.com/read/20220412/90/1522013/biaya-jasa-top-up-e-money-hingga-gopay-bakal-kena-ppn-11-persen-ini-perhitungannya
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 68/PMK.03/2022
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 65/PMK.03/2022
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 69/PMK.03/2022
Pratama, W. P. (2022). Tok! Sri Mulyani Kenakan PPN dan PPh untuk Aset Kripto, Berlaku Mulai 1 Mei 2022. Bisnis.Com. https://ekonomi.bisnis.com/read/20220405/259/1519366/tok-sri-mulyani-kenakan-ppn-dan-pph-untuk-aset-kripto-berlaku-mulai-1-mei-2022
Putri, C. A. (2022). Jual Beli Mobil Bekas Kena Pajak Loh, Ini Tarifnya! CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20220407093611-4-329542/jual-beli-mobil-bekas-kena-pajak-loh-segini-tarifnya