Dari Sawah ke Pajak: Kontribusi Pertanian dalam Pajak
Apa itu pajak hasil pertanian?
Produk-produk pertanian adalah jenis barang kena pajak dan diperdagangkan oleh kelompok petani kepada pembeli dengan total omzet bisnis melebihi Rp4,8 miliar. Terhadap penjualan ini, yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah 10% dari nilai jual dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan pada tingkat 11% dari DPP. Dalam konteks proses PPN pada produk pertanian, petani wajib menghitung total pajak yang telah dibayarkan untuk pembelian pupuk dan keperluan pertanian lainnya, lalu membayar jumlah tersebut ke kas negara.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 64/PMK.03/2022, pengenaan PPN pada penjualan produk pertanian tertentu oleh kelompok petani yang telah di kukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) kepada industri dilakukan bukan oleh PKP, dan tingkat tarifnya sebesar 1,1%. Tingkat tarif PPN efektif sebesar 1,1% digunakan karena dasar perhitungan pajak atas penjualan produk pertanian tertentu menggunakan Nilai Jual 10% dari nilai jual produk tersebut.
Apa saja sih klasifikasi dari sektor pertanian?
- Sektor Perkebunan Besar Baik Milik Swasta ataupun Milik Negara. Fokus untuk memproduksi komoditas ekspor seperti karet dan minyak sawit.
- Produksi Petani Kecil. Fokus untuk memproduksi bahan pangan seperti beras,jagung, buah dan sayuran.
Apa saja jenis hasil pertanian yang dapat dikenakan DPP PPN nilai lain 10% dari nilai jual?
- Produk pertanian hortikultura, terdiri dari BKP berupa tanaman hias dan obat; Non BKP berupa tanaman pangan seperti padi, kacang tanah, jagung, beras, ubi kayu, dan gabah; Non BKP berupa kebutuhan pokok seperti buah dan sayur.
- Produk perkebunan. Seluruh produk perkebunan yang dapat dikenakan DPP PPN 10% dari nilai jual merupakan kategori Barang Kena Pajak. Beberapa produk tersebut ialah kakao, kopi, aren, jambu mete, pala, lada, cengkeh, teh, karet, kapas, tembakau, kapuk, kayu manis, vanili, kina, nilam, atsiri, sereh, dan kelapa.
- Produk kehutanan. Terdapat 2 jenis produk kehutanan yang dikenakan tarif DPP PPN 10% dari nilai jual, yaitu:
- Hasil hutan kayu berupa kayu bulat sawit, kayu bulat kering, kayu bulat karet, dan kayu bulat besar atau kecil.
- Hasil hutan bukan kayu berupa rotan asalan, gubal gaharu, rotan bundar WS, kamendangan, biji kemiri, biji tengkawang, dan kopal damar.
Selain hasil pertanian, apakah petani juga dikenakan pajak?
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) di bawah Kementerian Keuangan telah mengeluarkan peraturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku untuk petani. Peraturan ini dinyatakan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 89/PMK.010/2020 tentang Penggunaan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak pada Penjualan Tertentu Hasil Pertanian.
Kebijakan ini berlaku khusus untuk petani dengan pendapatan atau omzet lebih dari Rp4,8 miliar per tahun atau Rp400 juta per bulan. Artinya, petani yang menghasilkan di bawah batasan tersebut tidak wajib membayar PPN.
Dalam konteks peraturan ini, petani yang memiliki omzet sebesar Rp4,8 miliar dalam setahun diberikan opsi untuk menggunakan metode perhitungan PPN berdasarkan nilai lain, yaitu dengan tarif efektif sekitar 10% dari harga jual produk mereka. Dengan memanfaatkan metode ini, proses pembayaran pajak menjadi lebih sederhana karena petani mendapatkan bantuan dalam perhitungan pajak.
Di sisi lain, apabila mereka memilih metode normal atau Dasar Pengenaan Pajak (DPP) berdasarkan harga jual dengan tarif PPN sebesar 11%, mereka harus menghitung pajak yang harus dibayarkan, yang kemudian dikurangi dengan PPN yang sudah dibayarkan oleh petani, seperti PPN yang dikenakan pada pembelian pupuk dan komponen lainnya.
Adapun, jika petani merupakan pekerja pada sebuah perusahaan atau badan, maka petani dapat dikenakan PPh 21 berdasarkan peraturan terbaru pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan berikut tarif perpajakan yang dikenakan sebagai berikut:
- Penghasilan 0-Rp60.000.000 dikenakan tarif 5%.
- Penghasilan Rp60.000.000-Rp250.000.000 dikenakan tarif 15%.
- Penghasilan Rp250.000.000-Rp500.000.000 dikenakan tarif 25%.
- Penghasilan Rp500.000.000-Rp5.000.000.000 dikenakan tarif 30%.
- Penghasilan lebih dari Rp5.000.000.000 dikenakan tarif 35%.
***
Penulis : Risma Hardiyanti
Referensi:
Khairizka, Putri Novani. (2023). Pajak Profesi: Ketahui Pajak Petani Beserta Insentifnya. Pajakku.com.
https://www.pajakku.com/read/62870d36a9ea8709cb18a146/Pajak-Profesi:-Ketahui-Pajak-Petani-Beserta-Insentifnya
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2020). Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 89/PMK.010/2020 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Atas Barang Hasil Pertanian Tertentu. Diakses dari https://fiskal.kemenkeu.go.id/files/peraturan/file/PMK-89.010_%202020.pdf
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2022). Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 64/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Diserahkan oleh Kelompok Petani kepada Industri.
https://jdih.kemenkeu.go.id/download/4fc869f4-0174-4aca-b095-e431b8925f93/64~PMK.03~2022Per.pdf